Yaa Allah, sesungguhnya telah kami sampaikan. Saksikanlah!!

CINTA DAN BENCI KARENA ALLAH

Minggu, 21 Maret 2010
Cinta karena Allah adalah mencintai hamba Allah karena keimanannya kepada Allah dan ketaatan kepada-Nya. Benci karena Allah adalah membenci hamba Allah disebabkan kekufuran dan perbuatan maksiatnya. Yang demikian ini karena kata “Fii” dalam ungkapan “Fillah” adalah huruf ta’lil artinya kata yang berarti “sebab/karena”. Seperti dalam firman Allah:

فَذَلِكُنَّ الَّذِي لُمْتُنَّنِي فِيهِ
Maka itulah perkara yang karenanya kalian mencaci-makiku. (TQS.Yusuf [12}: 32).
 Kata “fiihi” dalam ayat ini maknanya adalah karenanya. Seperti juga dalam firman Allah:

لَمَسَّكُمْ فِي مَا أَفَضْتُمْ
…Niscaya kamu ditimpa azab yang besar, karena pembicaraan kamu tentang berita bohong itu. (TQS. an-Nûr [24]: 14)

Juga seperti sabda Nabi saw.:

Seorang wanita masuk Neraka disebabkan karena seekor kucing.

Mencintai orang-orang yang beriman yang senantiasa taat kepada Allah sangat besar pahalanya. Dalil-dalilnya adalah :

  •  Hadits dari Abû Hurairah yang disepakati oleh al-Bukhâri danMuslim, dari Nabi saw. beliau bersabda: Ada tujuh golongan yang akan dinaungi Allah di bawah naungan-Nya, pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya, yaitu Pemimpin yang adil; Pemuda yang senantiasa beribadah kepada Allah semasa hidupnya; Seseorang yang hatinya senantiasa terpaut dengan Masjid; Dua orang yang saling mencintai karena Allah, keduanya berkumpul dan berpisah kerena Allah; Seorang lelaki yang diajak oleh seorang perempuan yang cantik dan berkedudukan untuk berzina tetapi dia berkata, “Aku takut kepada Allah!”; Seorang yang memberi sedekah tetapi dia merahasiakannya seolah-olah tangan kanannya tidak mengetahui apa yang diberikan oleh tangan kirinya; dan seseorang yang mengingat Allah di waktu sunyi sehingga bercucuran air matanya.
  • Hadits dari Abû Hurairah riwayat Muslim, Rasulullah bersabda: Sesungguhnya kelak di hari kiamat Allah akan berfirman, “Di manaorang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku? Pada hari ini Aku akan memberikan naungan kepadanya dalam naungan-Ku disaat tidak ada naungan kecuali naungan-Ku”
  •   Hadits dari Abû Hurairah yang dikeluarkan oleh Muslim berkata, Rasulullah saw. bersabda: Demi Dzat yang jiwaku ada ditangan-Nya, kalian tidak akan masuksurga hingga kalian beriman. Belum sempurna keimanan kalian hingga kalian saling mencintai. Tidakkah (kalian suka) aku tunjukkan pada satu perkara, jika kalian melakukannya niscaya kalian akan saling mencintai? Sebarkanlah salam di antara kalian! 
  • Sabda beliau saw. , “Belum sempurna keimanan kalian hingga kalian saling mencintai,” adalah bentuk dalâlah yang menunjukkan  besarnya pahala saling mencintai karena Allah.

  • Hadits dari Anas bin Mâlik yang dikeluarkan oleh al-Bukhâri,  Rasulullah saw. bersabda:  Siapa pun tidak akan merasakan manisnya iman, hingga ia  mencintai seseorang tidak karena yang lain kecuali karena Allah semata.

  •  Hadits Mu’âdz riwayat at-Tirmidzi, beliau menyatakan, “Hadits  ini hasan shahih.” Berkata (Mu’âdz); Aku mendengar Rasulullah  saw. bersabda:  Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, “Orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku, mereka akan mendapatkan mimbar-mimbar  dari cahaya. Para Nabi dan syuhada pun tertarik oleh mereka.”  
  • Tertariknya para Nabi dan syuhada kepada mereka adalah kiasan  dari sangat baiknya keadaan mereka. Artinya, para Nabi dan  syuhada memandang baik sekali keadaan mereka. Tidak bisa  diartikan bahwa para Nabi dan syuhada benar-benar tertarik oleh  keadaan mereka, karena bagaimanapun para Nabi dan syuhada  lebih utama dan lebih tinggi derajatnya dari pada mereka.

  •  Hadits Anas bin Malik riwayat Ahmad dengan sanad yang shahih, beliau berkata; Ada seorang laki-laki yang datang kepada Rasulullah saw. Dia berkata, “Wahai Rasulullah, ada seseorang yang mencintai orang lain, tapi dia tidak mampu beramal seperti amalnya.” Maka Rasulullah saw. bersabda:  Seseorang akan bersama dengan orang yang dicintainya.  
  • Anas berkata, “Aku belum pernah melihat para sahabat Rasulullah saw. lebih bergembira dengan sesuatu —kecuali dengan Islam—seperti gembiranya mereka dengan perkataan Rasulullah saw. ini.” Anas berkata, “Maka kami mencintai Rasulullah, meski tidak mampu beramal seperti amalnya. Tapi jika kami telah bersamanya, maka hal itu telah cukup bagi kami.”

  •  Hadits dari Abû Dzar yang diriwayatkan Ahmad, Abû Dawud, dan Ibnu Hibbân, beliau berkata: Wahai Rasulullah, bagaiman jika ada seorang yang mencintai suatu kaum tapi tidak mampu beramal seperti mereka? Rasulullah saw. bersabda, “Engkau wahai Abû Dzar, akan bersama siapa saja yang engkau cintai.” Abû Dzar berkata; maka aku berkata, “Sungguh, aku mencintai Allah dan Rasul-Nya.” Abû Dzar mengulanginya satu atau dua kali.
  •  Hadits dari Abdullah bin Mas’ud yang disepakati oleh al-Bukhâri dan Muslim, beliau berkata: Seseorang datang kepada Rasulullah saw. dan berkata, “Wahai Rasulullah saw., bagaimana pendapatmu tentang seorang yang mencintai suatu kaum tapi tidak mampu menyusul (amal shaleh) mereka?” Maka Rasulullah saw. bersabda, “Seseorang akan bersama orang yang dicintainya.”
  •  Hadits dari Abdullah bin Mas’ud riwayat al-Hâkim dalam al-Mustadrak, beliau berkomentar, “Hadits ini shahih isnâd-nya meski tidak dikeluarkan oleh al-Bukhâri dan Muslim.” Ibnu Mas’ud berkata; Rasulullah saw. pernah bersabda kepadaku: Wahai Abdullah bin Mas’ud! Ibnu Mas’ud berkata, “Ada apa Ya Rasulullah (ia mengatakannya tiga kali).” Rasulullah bertanya, “Apakah engkau tahu, tali keimanan manakah yang paling kuat?” Aku berkata, “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.” Rasulullah bersabda, “Tali keimanan yang paling kuat adalah loyalitas kepada Allah, dengan mencintai dan membenci (segala sesuatu) hanya karena-Nya.” (al-Hadits)
  •  Hadits dari Umar bin al-Khathab, diriwayatkan oleh Ibnu Abdil Bar dalam at-Tamhîd, Rasulullah saw. bersabda: 
  • Allah mempunyai hamba-hamba yang bukan nabi dan bukan syuhada, tapi para nabi dan syuhada tertarik oleh kedudukan mereka di sisi Allah. Para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, siapa mereka dan bagaimana amal mereka? Semoga saja kami bisa mencintai mereka.” Rasulullah saw. bersabda, “Mereka adalah suatu kaum yang saling mencintai dengan karunia dari Allah. Mereka tidak memiliki hubungan nasab dan tidak memiliki harta yang mereka kelola bersama. Demi Allah keberadaan mereka adalah cahaya dan mereka kelak akan ada di atas mimbar-mimbar dari cahaya. Mereka tidak merasa takut ketika banyak manusia merasa takut. Mereka tidak bersedih ketika banyak manusia bersedih.” Kemudian Rasulullah saw. membacakan firman Allah: 
      أَلا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ
    “Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (TQS.Yunus [10]: 62)”
  •  Hadits Muadz bin Anas al-Jahni bahwa Rasulullah saw.bersabda: Siapa saja yang memberi karena Allah, menolak karena Allah, mencintai karena Allah, membenci karena Allah, dan menikahkarena Allah, maka berarti ia telah sempurna imannya. Abû Isa berkata, hadits ini Hasan. Juga dikeluarkan oleh al-Hâkim dalam al-Mustadrak. Ia berkata hadits ini shahih isnadnya meski tidak dikeluarkan oleh al-Bukhâri dan Muslim. Abû Dawud telah meriwayatkannya dari hadits Abû Umamah. Tapi dalam riwayatnya ia tidak menuturkan lafadz “Wa Ankaha Lillah” (dan menikah karena Allah).

Disunahkan orang yang mencintai saudaranya karena Allah untuk mengabari dan memberitahukan cintanya kepadanya. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abû Dawud dan at-Tirmidzi. Ia berkata hadits ini hasan dari Miqdad bin Ma’di dari Nabi saw. beliau bersabda:
Jika seseorang mencintai saudaranya karena Allah, maka kabarkanlah bahwa ia mencintainya.

Juga berdasarkan hadits riwayat Abû Dawud dengan sanad yang shahih dari Anas bin Malik:
Ada seorang laki-laki berada di dekat Nabi saw, kemudian kepadanya lewat seorang laki-laki lain. Laki-laki yang di dekat Rasul saw. berkata, “Wahai Rasulullah saw.! Sungguh aku mencintainya.” Maka Rasulullah bertanya, “Apakah engkau sudah memberitahukannya?” Ia menjawab, “Belum.” Rasulullah bersabda,
“Beritahukanlah kepadanya!” Kemudian ia pun mengikutinya dan berkata, “Sungguh aku mencintaimu karena Allah.” Laki-laki itu  pun berkata, “Semoga engkau dicintai Allah, yang karena-Nya  engkau mencintaiku.”

Juga bedasarkan hadits riwayat al-Bazâr dengan sanad hasan dari  Abdullah bin Amr, ia berkata; Rasulullah saw bersabda:
Siapa yang mencintai seseorang karena Allah, kemudian seseorang  yang dicintainya itu berkata, “Aku juga mencintaimu karena Allah.”  Maka keduanya akan masuk surga. Orang yang lebih besar cintanya  akan lebih tinggi derajatnya daripada yang lainnya. Ia akan  digabungkan dengan orang-orang yang mencitai karena Allah.

Yang paling utama di antara dua sahabat yang saling  mencintai adalah yang paling besar cintanya. Hal ini berdasarkan  hadits riwayat Ibnu Abdil Bâr di dalam at-Tamhîd, al-Hâkim di dalam  al-Mustadrak, dan Ibnu Hibban di dalam Shahih-nya dari Ibnu  Annas, Rasulullah bersabda:
Tidaklah dua orang saling mencintai karena Allah selamanya,  kecuali yang paling utama dari keduanya adalah yang paling besar  kecintaannya kepada sahabatnya. 

Disunahkan bagi yang saling mencintai karena Allah agar  mendoakan saudara yang dicintainya disaat tidak bersamanya.  Hal ini didasarkan pada hadits riwayat Muslim dari Ummi Darda,  ia berkata; Aku diceritakan suatu hadits oleh majikanku, sesungguhnya ia mendengar Nabi saw. bersabda:
Barangsiapa yang mendoakan saudaranya pada saat ia tidak  bersamanya, maka malaikat yang diserahi untuk menjaga dan  mengawasinya berkata, “Semoga Allah mengabulkan; dan bagimu  semoga mendapat yang sepadan.”

Majikan Ummi Darda adalah Abû Darda, yaitu suaminya. Ia  mengatakan hal itu dalam rangka memuliakan suaminya. Hadits  ini juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad dengan riwayat yang  shahih dari Ummi Darda dan Muslim. Lafadz hadits ini menurut  Muslim adalah dari Shafwan bin Abdullah bin Shafwan dari  Ad-Darda, ia berkata; Aku datang ke Syam dan aku mendatangi  Abû Darda di rumahnya. Tapi aku tidak menemukannya dan  bertemu dengan Ummi Darda. Ia berkata, “Apakah engkau  hendak berangkat Haji pada tahun ini?” Aku berkata, “Ya.” Ia  berkata; Berdoalah kepada Allah minta kebaikan untuk kami,  karena Nabi saw. pernah bersabda:
Doanya seorang muslim kepada saudaranya yang tidak bersamanya  pasti dikabulkan. Di dekat kepalanya ada malaikat yang  menjaganya. Setiap kali ia berdoa minta kebaikan untuk  saudaranya, malaikat itu berkata, “Amin.” Dan engkau akan  mendapatkan yang serupa. Shafwan berkata kemudian aku keluar menuju pasar dan bertemu dengan Abû Darda, ia pun berkata  sama seperti istrinya.

Begitu juga disunahkan meminta doa dari saudaranya. Hal  ini didasarkan pada hadits riwayat Abû Dawud dan at-Tirmidzi  dengan sanad yang shahih, dari Umar bin al-Khathab, ia berkata:
Aku meminta izin kepada Nabi saw. untuk umrah, kemudian beliau  memberikan izin kepadaku dan bersabda:
Wahai saudaraku, engkau jangan melupakan kami dalam doamu.  

Umar berkata, “Perkataan Nabi itu adalah suatu perkataan yang  tidak akan menggembirakanku jika diganti dengan dunia.” Dalam  riwayat yang lain Umar berkata; Rasulullah saw. bersabda:
Sertakanlah kami wahai saudaraku dalam doamu.

Termasuk perkara yang disunahkan adalah menziarahi  orang yang dicintai, duduk bersamanya, saling menjalin  persaudaraan, dan saling memberi karena Allah, setelah mencintai-Nya. Imam Muslim telah meriwayatkan dari Abû Hurairah bahwa  Rasulullah saw. bersabda:
Sesungguhnya ada seseorang yang mengunjungi saudaranya di kota  lain. Kemudian Allah memerintahkan malaikat untuk mengikutinya.  Ketika malaikat sampai kepadanya, ia berkata, “Hendak ke mana  engkau?” Orang itu berkata, “Aku akan mengunjungi saudaraku di  kota ini.” Malaikat berkata, “Apakah ada hartamu yang dikelola  olehnya?” Ia berkata, “Tidak ada, hanya saja aku mencintainya karena  Allah.” Malaikat itu berkata, “Sesunggunya aku adalah utusan Allah  kepadamu. Aku diperintahkan untuk mengatakan bahwa Allah  sungguh telah mencintaimu sebagaimana engkau telah mencintai  saudaramu itu karena Allah.”

Ahmad telah mengeluarkan hadits dengan sanad yang hasan dan  dinyatakan shahih oleh al-Hâkim, dari Ubadah bin Shamit dari  Nabi saw. Beliau menisbahkan hadits ini kepada Allah (Hadits  Qudsi), Allah berfirman:
Kecintaan-Ku pasti akan diberikan kepada orang-orang yang saling  mencintai karena-Ku. Kecintaan-Ku berhak diperoleh oleh orangorang  yang saling mengunjungi karena aku. Kecintaan-Ku berhak  diperoleh oleh orang yang saling memberi karena-Ku. Kecintaan-Ku berhak diperoleh oleh orang yang saling menjalin persaudaraan  karena-Ku.

Malik dalam al-Muwatha, dengan sanad yang shahih, telah  mengeluarkan hadits dari Muadz bin Jabal, ia berkata; Rasulullah  saw. bersabda:
Allah berfirman, “Kecintaanku pasti diperoleh oleh orang yang  saling mencintai karena-Ku, saling berkumpul karena-Ku, saling  mengunjungi karena-Ku, dan saling memberi karena-Ku.

Al-Bukhâri telah mengeluarkan hadits dari ‘Aisyah ra. beliau  berkata:
Aku tidak memahami kedua orang tuaku kecuali keduanya telah  memeluk agama ini. Tidak ada satu hari pun yang berlalu pada  kami kecuali di hari itu kami dikunjungi Rasulullah saw. pada pagi  dan sore hari.” (al-Hadits)

Rasulullah saw. telah menjelaskan bahwa seorang mukmin  yang mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya  sendiri, ia akan mendapatkan pahala yang sangat besar di dunia  dan akhirat sesuai dengan kadar kemampuannya untuk itu. Pada  hadits Mutafaq ‘alaih dari Anas dari Nabi saw., ia bersabda:
Tidak beriman salah seorang di antara kalian hingga ia mencintai  saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya.  

Dalam hadist Abdullah bin Amr riwayat Ibnu Huzaimah dalam  kitab Shahih-nya, juga Ibnu Hibban dalam kitab Shahih-nya dan  al-Hâkim dalam al-Mustadrak, ia berkata; “Hadits ini shahih  memenuhi syarat al-Bukhâri Muslim”, Rasulullah saw. bersabda:


Sebaik-baiknya orang-orang yang bersahabat di sisi Allah adalah orang  yang paling baik kepada sahabatnya. Dan sebaik-baik orang yang  bertetangga di sisi Allah adalah orang yang paling baik kepada  tetangganya.

  Di antara tanda orang yang paling baik terhadap sahabatnya  adalah senantiasa berusaha membantu  kebutuhan saudaranya dan  bersungguh-sungguh menghilangkan kesusahannya. Hal ini  berdasarkan hadits  Mutafaq ‘alaih dari Ibnu Umar, Rasulullah saw.  bersabda:

Seorang muslim adalah saudara muslim yang lain, ia tidak akan  mendzaliminya dan tidak meninggalkannya bersama orang-orang  (hal-hal) yang menyakitinya. Barangsiapa berusaha memenuhi  kebutuhan saudaranya, maka Allah akan memenuhi kebutuhannya.  Barangsiapa yang menghilangkan kesusahan dari seorang muslim,
maka dengan hal itu Allah akan menghilangkan salah satu  kesusahannya dari kesusahan-kesusahan di hari kiamat.  Barangsiapa yang menutupi aib seorang muslim maka Allah akan  menutupi aibnya di hari kiamat.


Ath-Thabrâni telah mengeluarkan hadits melalui isnad yang hasan , dengan para perawi yang terpercaya, dari Zaid bin Tsabit bahwa  Rasulullah saw. bersabda:
Allah tidak akan berhenti memenuhi kebutuhan seorang hamba  selama ia berusaha memenuhi kebutuhan saudaranya.

Disunahkan menemui orang yang dicintai dengan  menampakan perkara yang disukainya untuk menggembirakannya.  Hal ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh ath-Thabrâni  dalam kitab ash-Shâgir dengan isnad hasan dari Anas, ia berkata;  Rasulullah saw. bersabda:
Barangsiapa yang menemui saudaranya yang muslim dengan  menampakan perkara yang disukainya karena ingin membahagiakannya,  maka Allah akan memberikan kebahagiaan kepadanya  di hari kiamat.

Begitu juga disunahkan seorang muslim menemui saudaranya dengan wajah yang berseri-seri. Hal ini didasarkan  pada hadits yang telah diriwayatkan Imam Muslim dari Abû Dzar,  ia berkata; Rasulullah saw. bersabda:
Janganlah meremehkan kebaikan sedikit pun, walau sekedar  bertemu dengan saudaramu dengan wajah yang berseri-seri.

Hadits riwayat Ahmad dan at-Tirmidzi, ia berkata hadits ini hasan  shahih dari Jabir bin Abdillah, ia berkata; Rasulullah saw. bersabda:
Setiap kebaikan adalah shadaqah. Dan termasuk kebaikan adalah  jika engkau bertemu dengan saudaramu dengan wajah yang  berseri-seri; dan jika engkau menuangkan air dari ember timbamu  pada bejana saudaramu.

Hadits yang telah diriwayatkan oleh Ahmad, Abû Dawud, at-Tirmidzi,  dan an-Nasâi dengan isnad hasan; diriwayatkan pula oleh Ibnu Hibban  dalam kitab Shahih-nya dengan lafadz miliknya, ia berkata; …Abû Jara
al-Hajimi telah menceritakan kepadaku, ia berkata; Aku mendatangi  Rasulullah saw. dan aku berkata; Ya Rasulullah, sesungguhnya kami adalah  suatu kaum dari penduduk pedalaman. Ajarkanlah kepada kami sesuatu  yang dengannya Allah akan memberi manfaat kepada kami!, maka  Rasulullah saw. bersabda:

Janganlah engkau menyepelekan kebaikan sedikit pun meski  sekadar menuangkan air dari ember timbamu ke bejana orang  yang meminta air, dan meski sekadar berbicara dengan saudaramu  dengan wajah yang berseri-seri. Janganlah mengulurkan kain  sarungmu karena hal itu termasuk kesombongan dan tidak disukai
Allah. Apabila ada seseorang mencaci makimu dengan perkara  yang ada pada dirimu, maka janganlah membalas dengan mencaci  makinya dengan perkara yang ada pada dirinya. Karena pahalanya  bagimu dan bencananya bagi orang yang mengatakannya.  

Disunahkan seorang muslim memberikan hadiah kepada  saudaranya, berdasarkan hadits Abû Hurairah yang dikeluarkan oleh  al-Bukhâri dalam al-Adab al-Mufrad, Abû Ya’la dalam Musnad-nya,  an-Nasâi dalam al-Kuna, dan Ibnu Abdil Bar dalam kitab at-Tamhîd.  al-Iraqi berkata, “Hadits ini sanadnya baik.” Ibnu Hajar berkata dalam  kitab al-Talkhish al-Habir, “Sanadnya hasan”; ia berkata Rasulullah  saw bersabda:
Kalian harus saling memberi hadiah, maka kalian akan saling  mencintai.

Orang yang diberi hadiah disunahkan menerima hadiah yang diberi  saudaranya dan membalasnya. Dasarnya adalah hadits ‘Aisyah  riwayat al-Bukhâri, ia berkata:
Rasulullah saw. pernah menerima hadiah dan membalasnya.

Juga berdasarkan hadits Ibnu Umar yang diriwayatkan oleh  Ahmad, Abû Dawud, an-Nasâi, ia berkata; Rasulullah saw.  bersabda:
Barangsiapa yang meminta perlindungan karena Allah, maka  lindungilah ia. Dan barangsiapa meminta kepada kalian atas nama  Allah, maka berilah ia. Dan barangsiapa meminta keamanan karena  Allah, maka berikanlah keamanan kepadanya. Barangsiapa yang  memberikan kebaikan kepada kalian, maka balaslah dengan yang
setimpal. Apabila kalian tidak menemukan sesuatu untuk  membalasnya, maka berdoalah untuknya, hingga kalian  mengetahui bahwa kalian telah membalasnya dengan sepadan.


Hadiah ini adalah hadiah di antara orang-orang yang  bersaudara. Tidak ada kaitannya dengan hadiah dari rakyat  kepada penguasa. Karena hadiah kepada penguasa diharamkan  sebagaimana halnya suap-menyuap. Termasuk memberikan  balasan hadiah yang setimpal adalah jika seorang muslim  mengatakan kepada saudaranya, “Jazakallah Khairan”, artinya  semoga Allah membalasmu dengan kebaikan. At-Tirmidzi  meriwayatkan dari Usamah bin Zaid, semoga Allah meridhai  keduanya, dikatakan hadits ini hasan shahih; Rasulullah saw.  bersabda:
Barangsiapa diberi kebaikan kemudian ia berkata kepada orang  yang memberi kebaikan, “Jazakallah Khairan” (semoga Allah  membalasmu dengan kebaikan), maka dia sungguh telah  memberikan pujian yang sangat baik.

Pujian adalah bersyukur, yaitu membalas suatu kebaikan yang  diberikan orang lain. Khususnya bagi orang yang tidak bisa  melakukan apapun kecuali memberikan pujian. Hal ini didasarkan  pada hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam kitab Shahih-nya, dari Jabir, dari Nabi saw., beliau bersabda:

Barangsiapa diberi suatu kebaikan tapi ia tidak bisa memberikan  kebaikan untuk membalasnya kecuali dengan pujian, maka berarti  ia telah bersyukur (berterima kasih kepadanya). Barangsiapa yang  menyembunyikan kebaikan (pujian)-nya untuk membalas kebaikan  orang lain, maka ia telah mengingkari kebaikannya. Barangsiapa  yang menghiasi dirinya dengan kebatilan, maka ia seperti orang
yang memakai pakaian palsu.


At-Tirmidzi telah meriwayatkan dengan isnad yang hasan dari Jabir  dari Nabi saw., beliau bersabda:

Barangsiapa diberi suatu pemberian kemudian menemukan sesuatu  untuk membalasnya, maka hendaklah ia membalas dengannya.  Jika ia tidak menemukan sesuatu untuk membalas kebaikan, maka  hendaklah ia memberikan pujian, karena orang yang memberikan  pujian berarti ia telah berterima kasih, dan barangsiapa yang  menyembunyikan kebaikan, maka ia telah mengingkari kebaikan  yang diberikan kepadanya.  Barangsiapa yang menghiasi dirinya  dengan sesuatu yang tidak diberikan kepadanya, maka ia seperti  orang yang mengenakan pakaian palsu.


Mengingkari pemberian maksudnya adalah menutup-nutupi  pemberian dari orang lain. Abû Dawud dan an-Nasâi telah  meriwayatkan dengan isnad yang shahih, dari Anas ra., ia berkata:
Orang-orang Muhajirin berkata, “Ya Rasulullah! Orang-orang  Anshar telah pergi dengan membawa seluruh pahala, kami belum  pernah melihat suatu kaum yang paling baik pemberiannya kepada  orang banyak dan paling baik pertolongannya pada saat memiliki  sedikit harta, daripada mereka. Mereka telah memberikan biaya  hidup yang cukup bagi kami.” Rasulullah saw. bersabda, “Bukankah  kalian juga telah memuji mereka dan mendoakan mereka?” Kaum  Muhajirin berkata, “Benar” Rasulullah saw. bersabda, “Maka hal  ini sama dengan hal itu.”

Seorang muslim harus mensyukuri kenikmatan yang sedikit seperti  halnya mensyukuri kenikmatan yang banyak. Juga harus berterima  kasih kepada orang yang telah memberikan kebaikan kepadanya.  Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Ahmad  dalam kitab Zawaid, dengan isnad yang hasan, dari Nu’man bin  Basyir, ia berkata; Rasulullah saw. bersabda:

Barangsiapa yang tidak mensyukuri nikmat yang sedikit, maka ia  tidak akan bisa mensyukuri nikmat yang banyak. Barangsiapa yang  tidak bisa bersyukur kepada orang, maka ia tidak akan bisa  bersyukur kepada Allah. Membicarakan nikmat Allah adalah sama  dengan bersyukur. Dan tidak membicarakan kenikmatan berarti  mengingkari nikmat. Berjamaah adalah rahmat, bercerai berai  adalah adzab.


Di antara perkara yang disunahkan adalah membela  saudaranya untuk mendapatkan kemanfaatan dari suatu
kebaikan atau untuk memberikan kemudahan dari suatu  kesulitan. Hal ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan al-Bukhâri dari Abû Musa, ia berkata; Rasulullah saw. jika didatangi  peminta-minta, maka beliau suka berkata:

Belalah ia, maka kalian akan diberikan pahala. Dan Allah akan
memutuskan dengan lisan nabi-Nya perkara yang ia kehendaki.


Hadits riwayat Muslim dari Ibnu Umar dari Nabi saw., beliau  bersabda:

Barangsiapa yang menjadi perantara saudaranya yang muslim  kepada penguasa untuk mendapatkan kemanfaatan dari suatu  kebaikan atau untuk mempermudah suatu kesulitan, maka ia akan  diberi pertolongan untuk melewati jembatan shirâthal mustaqîm  di hari terpelesetnya kaki-kaki manusia.


Disunahkan juga seorang muslim melindungi kehormatan  saudaranya saat tidak ada di dekatnya. Hal ini dasarkan pada hadits  yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan ia berkata, “Hadits ini  hasan”, dari Abû Darda, dari Nabi saw., beliau bersabda:

Barangsiapa yang melindungi kehormatan saudaranya, maka  Allah akan melindungi wajahnya dari api neraka di hari kiamat.  (Hadits Abû Darda ini telah dikeluarkan oleh Ahmad.  Ia berkata, “Hadits ini sanadnya hasan.” Al-Haitsami  mengatakan hal yang sama)

Hadits riwayat Ishaq bin Rahwiyah dari Asma binti Yazid, ia berkata;  aku mendengar Rasulullah saw bersabda:

Barangsiapa yang melindungi kehormatan saudaranya pada saat  tidak berada di dekatnya, maka Allah pasti akan membebaskannya  dari api neraka.

Al-Qadha’i telah mengeluarkan dalam Musnad Syihab dari Anas,  ia berkata; Rasulullah saw bersabda:

Barangsiapa yang membela saudaranya saat tidak ada di dekatnya,  maka Allah akan membelanya di dunia dan di akhirat. Al-Qadha’i  juga telah mengeluarkan hadits ini dari Imran bin Husain dengan  tambahan ungkapan, “Sedang ia mampu untuk membelanya.”

Telah diriwayatkan oleh Abû Dawud dan al-Bukhâri dalam  al-Adab al-Mufrad, Az-Zain al-Iraqi berkata, isnadnya hasan dari  Abû Hurairah, bahwa Rasulullah saw. bersabda:

Seorang mukmin adalah cermin mukmin yang lain. Seorang  mukmin adalah saudara mukmin yang lain, di mana saja ia bertemu  dengannya, ia akan mencegah tindakan mencemari kehormatan  saudaranya dan akan melindunginya dari baliknya.

Allah juga telah mewajibkan seorang muslim menerima  permintaan maaf saudaranya, menjaga rahasianya, dan  menasihatinya.

Dalil tentang kewajiban menerima permintaan maaf dari  saudaranya adalah hadits yang diriwayatkan Ibnu Majah dengan  dua isnad yang baik sebagaimana dikatakan al-Mundziri dari  Zudan, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda:
Barangsiapa yang mengajukan permintaan maaf kepada  saudaranya dengan suatu alasan tapi dia tidak menerimanya, maka  ia akan mendapat kesalahan seperti kesalahan pemungut pajak.

Dalil tentang kewajiban menjaga rahasia seorang muslim  adalah hadits yang diriwayatkan Abû Dawud dan at-Tirmidzi  dengan sanad hasan dari Jabir, sesungguhnya Rasulullah saw.  bersabda:

Jika seseorang berkata kepada orang lain dengan suatu perkataan  kemudian ia menoleh (melihat sekelilingnya), maka pembicaraan  itu adalah amanah.

Amanah itu wajib dijaga. Menyia-nyiakan amanah adalah  khianat. Hadits ini menunjukan kewajiban menjaga rahasia  seorang muslim walaupun tidak diminta melakukannya secara  jelas. Kewajiban ini bisa difahami dari indikasi keadaan dalam  hadits tersebut. Yaitu ketika seseorang berbicara kepada  saudaranya tentang suatu pembicaraan dan ia menoleh ke  sekelilingnya, karena khawatir ada orang lain mendengar  perkataan tersebut selain keduanya. Hadits ini juga menjelaskan  bahwa kewajiban tersebut lebih utama jika ada tuntutan secara
jelas untuk menjaga rahasia. Kewajiban menjaga rahasia ini  berlaku jika dalam pembicaraan tersebut tidak terdapat  penodaan terhadap salah satu hak Allah. Maka jika terdapat  hal ini, orang yang diajak bicara wajib memberikan nasihat dan  mencegahnya dari pembicaraan tersebut. Ia juga dianjurkan  untuk bersaksi sebelum diminta untuk bersaksi. Sebagaimana  terdapat dalam hadits:

Perlukah aku memberitahu kepada kalian tentang sebaik-baiknya  kesaksian, yaitu orang yang bersaksi sebelum diminta untuk  bersaksi. (HR. Muslim)

Dalil tentang kewajiban memberikan nasihat adalah hadits  Mutafaq ‘alaih dari Jarir bin Abdillah, ia berkata:
Aku membaiat Rasulullah saw. untuk menegakkan shalat dan  menunaikan zakat serta memberi nasihat kepada setiap muslim.

Hadits dari Tamim bin Aus Ad-Dâri riwayat Muslim, bahwa Nabi  saw. bersabda:
Agama itu nasihat. Kami berkata, “Bagi siapa?” Rasulullah saw  bersabda, “Bagi Allah, bagi kitab-Nya, bagi Rasul-Nya, bagi para  pemimpin kaum Muslim, dan bagi kaum Muslim secara umum.”

Al-Khathabi berkata, “Hadits ini bermakna bahwa tiang dan pilar  agama adalah nasihat. Seperti halnya sabda Rasulullah saw., Haji  adalah ‘Arafah. Maksudnya tiang dan rukun haji yang paling besar  adalah wukuf di ‘Arafah.” Rasulullah saw. juga telah menjelaskan  hak muslim atas muslim yang lain dan pahala yang besar di
dalamnya. Imam Muslim telah meriwayatkan dari Abû Hurairah  ra., ia berkata; sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda:
Hak muslim atas muslim yang lain ada enam. Dikatakan, “Apa  yang enam itu, Ya Rasulallah?” Rasul saw. bersabda, “Apabila  engkau bertemu dengan saudara muslim yang lain, maka ucapkan  salam kepadanya; Apabila ia mengundangmu, maka penuhilah  undangannya; Apabila ia meminta nasihat kepadamu, maka  berikanlah nasihat kepadanya; Apabila ia bersin dan mengucapkan  al hamdu lillah, maka ucapkanlah yarhamukallah; Apabila ia sakit  maka tengoklah; Apabila ia meninggal dunia, maka hantarkanlah
sampai ke kuburnya.”


Adapun benci karena Allah, maka Allah Swt. telah melarang  kaum Muslim mencintai orang-orang kafir, munafik, dan fasik yang  terang-terangan melakukan maksiat. Hal ini berdasarkan Firman  Allah:




يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ تُلْقُونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ وَقَدْ كَفَرُوا بِمَا جَاءَكُمْ مِنَ الْحَقِّ يُخْرِجُونَ الرَّسُولَ وَإِيَّاكُمْ أَنْ تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ رَبِّكُمْ إِنْ كُنْتُمْ خَرَجْتُمْ جِهَادًا فِي سَبِيلِي وَابْتِغَاءَ مَرْضَاتِي تُسِرُّونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ وَأَنَا أَعْلَمُ بِمَا أَخْفَيْتُمْ وَمَا أَعْلَنْتُمْ وَمَنْ يَفْعَلْهُ مِنْكُمْ فَقَدْ ضَلَّ سَوَاءَ السَّبِيلِ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil  musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu  sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa  kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada  kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan
(mengusir) kamu karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu.  Jika kamu benar-benar keluar untuk berjihad pada jalan-Ku dan  mencari keridhaan-Ku (janganlah kamu berbuat demikian). Kamu  memberitahukan secara rahasia (berita-berita Muhammad) kepada  mereka, karena rasa kasih sayang. Aku lebih mengetahui apa yang  kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. Dan barangsiapa  di antara kamu yang melakukannya, maka sesungguhnya dia telah  tersesat dari jalan yang lurus. (TQS. Mumtahanah [60]: 1)




يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا بِطَانَةً مِنْ دُونِكُمْ لا يَأْلُونَكُمْ خَبَالا وَدُّوا مَا عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاءُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِي صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الآيَاتِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْقِلُونَ (١١٨)هَا أَنْتُمْ أُولاءِ تُحِبُّونَهُمْ وَلا يُحِبُّونَكُمْ وَتُؤْمِنُونَ بِالْكِتَابِ كُلِّهِ وَإِذَا لَقُوكُمْ قَالُوا آمَنَّا وَإِذَا خَلَوْا عَضُّوا عَلَيْكُمُ الأنَامِلَ مِنَ الْغَيْظِ قُلْ مُوتُوا بِغَيْظِكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ (١١٩)

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi  teman kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu  (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan)  kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan  kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang  disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi. Sungguh telah  Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu  memahaminya. Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal  mereka tidak menyukai kamu, dan kamu beriman kepada kitabkitab  semuanya. Apabila mereka menjumpai kamu, mereka  berkata: “Kami beriman”; dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari lantaran marah bercampur benci terhadap  kamu. Katakanlah (kepada mereka): “Matilah kamu karena  kemarahanmu itu”. Sesungguhnya  Allah mengetahui segala isi hati. (TQS. Ali ‘Imrân [3]: 118-119)

Ath-Thabrâni telah meriwayatkan dengan isnad yang baik  dari Ali ra., beliau berkata; Rasulullah saw. bersabda: 
Ada tiga perkara yang merupakan hak yaitu Allah tidak akan  menjadikan orang yang mempunyai andil dalam Islam seperti orang  yang tidak mempunyai andil apa pun. Dan tidaklah seorang hamba  menjadikan Allah sebagai kekasihnya lalu dia menjadikan yang  lain sebagai kekasihnya. Serta tidak ada seorang yang mencintai
suatu kaum kecuali ia akan dikumpulkan bersama mereka.


Dalam hadits ini terdapat larangan yang tegas untuk mencintai  pelaku kejahatan, karena khawatir akan dikumpulkan bersama  mereka.

At-Tirmidzi telah mengeluarkan hadits, beliau berkomentar,  “Hadits ini hasan”, dari Muadz bin Anas al-Juhani bahwa Rasulullah  saw. bersabda:
Barangsiapa yang memberi karena Allah, tidak memberi karena  Allah, mencintai karena Allah, membenci karena Allah, dan  menikah karena Allah, berarti ia telah sempurna imannya.

Imam Muslim juga telah meriwayatkan dari Abû Hurairah,  ia berkata; Rasulullah saw. bersabda:

Apabila Allah membenci seorang hamba, maka Allah akan  memanggil Jibril dan berfirman, “Sesungguhnya Aku membenci  si Fulan, maka bencilah ia.” Rasulullah saw. bersabda, “Kemudian  Jibril pun membencinya dan menyeru kepada penghuni langit,  sesungguhnya Allah telah membenci si Fulan, maka bencilah ia.”
Rasul saw. bersabda, “Kemudian mereka pun membencinya dan  setelah itu kebencian baginya akan diletakan di bumi.”


Sabda Rasulullah saw. yang berbunyi:
“Dan setelah itu kebencian baginya akan diletakan di bumi”, adalah  kalimat yang bermakna tuntutan (perintah). Hal ini bisa diketahui  dengan adanya dalâlah al-iqtidhâ. Karena terdapat orang yang  mencintai kaum kafir, munafik, dan fasik yang terang-terangan  melaksanakan maksiat, ia tidak membenci mereka, maka  kebenaran perkara yang diberitakan dalam hadits itu mengharuskan  bahwa yang dimaksud dengan berita adalah tuntutan. Jadi dalam  hadits tersebut Rasulullah saw. seolah-olah bersabda, “Wahai para  penghuni bumi, bencilah orang yang dibenci Allah.” Dengan  demikian hadits ini menunjukkan wajibnya membenci orang yang  dibenci oleh Allah. Termasuk dalam perbuatan membenci orang  yang dibenci oleh Allah adalah membenci orang yang suka  mendebat perintah Allah, sebagaimana terdapat dalam hadits  Mutafaq ‘alaih dari ‘Aisyah dari Nabi saw., beliau bersabda:

Sesungguhnya orang yang paling dibenci Allah adalah orang yang  suka menentang (mendebat) perintah Allah.

Adapun kewajiban membenci orang yang membenci kaum  Anshar terdapat dalam hadits Mutafaq ‘alaih dari Bara’, ia berkata;  Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda:

Tidak mencintai kaum Anshar kecuali orang yang beriman. Dan  tidak ada yang membenci mereka kecuali orang yang munafik.  Maka barangsiapa yang mencintaai mereka, ia pasti dicintai Allah. Dan barangsiapa membenci mereka ia pasti dibenci Allah.

Diwajibkan pula membenci orang yang mengatakan hak  (kebaikan), tapi tidak melampaui tenggorokannya (tidak masuk  ke hatinya, penj.). Dasarnya adalah hadits riwayat Muslim dari Ali  ra., beliau berkata:

Sesungguhnya Rasulullah saw. telah menyebutkan kriteria orangorang  tertentu —aku mengetahui sifat mereka pada orang-orang  itu— mereka mengatakan hak dengan lisan mereka, tapi tidak  melampaui ini dari mereka. Kemudian Rasul saw. menunjuk ke  tenggorokannya. Mereka termasuk makhluk Allah yang paling  dibenci Allah.  

Sabda Rasul “la yujawizu” maksudnya adalah “la yatâda” artinya  tidak melampaui.

Juga wajib membenci orang yang berbicara dengan hal-hal  yang tidak menyenangkan pendengarnya dan berbuat keji.  Sebagaimana terdapat dalam hadits Abû Darda riwayat at-Tirmidzi,  ia berkata hadits ini hasan shahih, sesungguhnya Nabi saw  bersabda:

Sesungguhnya Allah sangat membenci orang yang berbicara  dengan hal-hal yang tidak menyenangkan pendengarnya dan  berbuat keji.

Terdapat banyak atsar tentang kebencian para sahabat  kepada kaum Kafir. Diantaranya hadits yang diriwayatkan oleh  Muslim dari Salamah bin al-Akwa, ia berkata:

Ketika kami berdamai dengan penduduk Makkah dan sebagian  kami bercampur dengan sebagian mereka, aku mendatangi suatu  pohon kemudian aku menyingkirkan durinya dan aku merebahkan  diriku di akarnya. Kemudian datang kepadaku empat orang kaum  Musyrik Makkah. Mereka mulai membicarakan Rasulullah, maka  aku pun membenci mereka, hingga aku pindah ke pohon yang  lain.

Hadits Jabir bin Abdillah diriwayatkan Ahmad bahwa Abdullah  bin Rawahah, ia berkata kepada Yahudi Khaibar:
Wahai kaum Yahudi! Kalian adalah makhluk Allah yang paling aku  benci. Kalian telah membunuh para Nabi dan telah mendustakan  Allah. Tapi kebencianku kepada kalian tidak akan mendorongku  untuk berlaku sewenang-wenang kepada kalian.

Terdapat pula riwayat yang menjelaskan kebencian  terhadap orang muslim yang menampakkan keburukan (secara  terang-terangan). Imam Ahmad, Abdur Razak, dan Abû Ya’la telah  mengeluarkan hadits dengan isnad hasan, juga al-Hâkim dalam  al-Mustadrak, ia berkata hadits ini shahih sesuai dengan syarat  Muslim. Dari Abû Faras, ia berkata; Umar bin al-Khathab pernah  berkhutbah dan berkata:

Barangsiapa di antara kalian menampakkan suatu keburukan, maka  kami pun akan mengiranya berperilaku buruk, dan kami akan  membencinya karena kejahatan itu.

Dengan demikian, cinta karena Allah dan benci karena Allah  termasuk sifat seorang muslim yang paling besar, yang mereka itu  mengharap keridhaan Allah, Rahmat-Nya, pertolongan, dan surga-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Browse